Wednesday, February 10, 2021

TOLERANSI BERAGAMA

 

Oleh Muhammad Fathoni

       Toleransi secara bahasa berasal dari bahasa latin "tolerare", yang berarti sabar dan menahan diri, tenggang rasa, dan tepo seliro.

     Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati  dan menghargai antarkelompok  atau  antarindividu  dalam masyarakat   atau   dalam   lingkup   lainnya.  

    Sikap toleransi dapat menghindarkan masyarakat  dari terjadinya  sikap membedakan pihak tertentu  karena adanya alasan perbedaan (diskriminasi), walaupun perbedaan itu adalah suatu kenyataan.

       toleransi beragama adalah sifat atau sikap saling menghargai antar umat yang berbeda agama. Memperkenankan masyarakat untuk dapat beribadah sesuai dengan ajaran agama dan kepercayannya masing-masing. Bukan mencampuradukan antar   ajaran  agama.

          manusia merupakan makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia mempunyai kecenderungan untuk sendiri dan merefleksikan kediriannya. Dan sebagai makhluk sosial manusia diwajibkan untuk mampu berinteraksi dengan yang   lainnya dalam  rangka memenuhi kebutuhan   hidupnya.  

1. Q.S. AL-KAFIRUN : 1-6

                قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ

          Artinya:

1.  Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,

2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5.dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

6.Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".

Penjelasan Ayat

Surat al-Kāfirūn diturunkan secara keseluruhan untuk menjawab tawaran dan ajakan dari tokoh-tokoh kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad saw..

Mereka antara lain: al-Walıd bin al-Mugırah, al-‘Αṣ bin Wā’il as-Sahmı, al-Aswad bin Abdul   Muṭalib,   dan   Umaiyyah   bin   Khalaf

          Kemudian Nabi Muhammad saw. berangkat menuju Masjidil Haram yang saat  itu  sedang  berkumpul  para  pembesar  Quraisy.  Nabi  berdiri  di  hadapan mereka membacakan surat al-Kāfirūn ini. Sehingga mereka berupaya mengubah siasat  dengan melakukan penindasan dan penyiksaan terhadap  Nabi dan para pengikutnya sehingga Nabi melakukan hijrah ke Madinah.

          Dalam  Surat  al-Kāfirūn ayat  1–2,  Allah  secara  tegas  menyatakan bahwa Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya bukan apa yang disembah orang-orang kafir, karena mereka menyembah tuhan yang memerlukan pembantu dan mempunyai anak. Sedangkan Nabi Muhammad saw. menyembah Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak dan istri.

          Dalam ayat 3, Allah menambahkan pernyataan yang harus disampaikan kepada orang-orang kafir dengan menyatakan bahwa mereka tidak menyembah Tuhan yang didakwahkan Nabi Muhammad, karena sifat-sifat-Nya berlainan dengan sifat-sifat tuhan yang mereka sembah dan tidak mungkin dipertemukan antara kedua macam sifat tersebut.

          Pada   ayat   4-5   ditegaskan   bahwa   Nabi   Muhammad   saw.   memiliki konsistensi dalam pengabdian. Artinya, apa yang beliau sembah tidak akan berubah-ubah. Cara ibadah kaum muslimin berdasarkan petunjuk Allah swt., sedangkan cara beribadah orang kafir berdasarkan hawa nafsu.

          Melalui surat ini, Nabi Muhammad ingin mengajarkan kepada kita bahwa sebagai orang yang beriman, kita hendaknya mempunyai kepribadian yang teguh dan kuat yang tidak tergoyahkan oleh apapun.

          Pada ayat 6 dinyatakan adanya pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaitu  untukmu  agamamu  dan  untukku  agamaku.  Dengan  demikian  masing- masing  dapat  melaksanakan  apa  yang  dianggapnya  benar  dan  baik,  tanpa memaksakan  pendapat  kepada  orang  lain  dan  sekaligus  tidak  mengabaikan keyakinan masing-masing

2. QS Yūnus [10]: 40 – 41

وَمِنۡهُم مَّن يُؤۡمِنُ بِهِۦ وَمِنۡهُم مَّن لَّا يُؤۡمِنُ بِهِۦۚ وَرَبُّكَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُفۡسِدِينَ وَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل لِّي عَمَلِي وَلَكُمۡ عَمَلُكُمۡۖ أَنتُم بَرِيٓ‍ُٔونَ مِمَّآ أَعۡمَلُ وَأَنَا۠ بَرِيٓءٞ مِّمَّا تَعۡمَلُونَ

Artinya :

40.  Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.

41.  Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".

Penjelasan Ayat

          Pada ayat 40, Allah swt. menegaskan bahwa umat manusia di zaman Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi dua kelompok; sebagian menerima al- Qur’an, mengikuti  ajaran Nabi Muhammad saw. dan mengambil manfaat dari risalah yang dibawanya, sebagian lagi mereka tidak beriman dan selalu mendustakan Nabi Muhammad. Dan Allah swt. lebih tahu tentang  orang- orang yang akan membawa kerusakan di muka bumi dengan kemusyrikan, kezaliman dan kedurhakaan, karena mereka tidak mempunyai kesiapan untuk beriman

           Ayat ke 41, Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk tegar dalam menghadapi orang-orang yang ingkar akan ajaran yang dibawanya. Beliau diperintahkan untuk menyatakan bahwa beliau tidak bertanggungjawab atas perbuatan mereka, dan merekapun tidak bertanggungjawab terhadap perbuatan beliau.

           Dengan kata lain ‚Bagiku pekerjaanku, bagimu pekerjaanmu‛. Segala perbuatan sekecil apapun pasti ada balasannya. Amal baik akan mendapatkan balasan yang baik, sebaliknya amal buruk akan mendapatkan keburukan pula.

          Yang dimaksud amalku (perbuatanku) adalah Nabi akan terus berdakwah, menyeru kepada kebaikan mengajarkan taat  kepada Allah swt., memberi kabar gembira kepada yang beriman, dan ancaman bagi orang-orang yang mendustakannya. Hasil dari amal beliaupun tidak  ada kaitannya  dengan orang-orang kafir.

           Sedangkan yang  dimaksud  amalmu (perbuatanmu)  adalah  orang-orang  kafir  diberi kebebasan untuk terus menerus mendustakan agama, tetap dalam kekufuran dan  syirik,  zalim  ataupun  berbuat  kerusakan.  Semua  amal  perbuatannya tidak ada kaitannya dengan amalan Nabi Muhammad saw.

3. QS al-Kahfi [18]: 29

وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمۡ سُرَادِقُهَاۚ وَإِن يَسۡتَغِيثُواْ يُغَاثُواْ بِمَآءٖ كَٱلۡمُهۡلِ يَشۡوِي ٱلۡوُجُوهَۚ بِئۡسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا

          Artinya:

29.  Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Penjelasan Ayat

          Ayat ini menegaskan kepada semua manusia, termasuk kaum musyrikin yang angkuh, bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu berasal dari Allah. Kewajiban mereka adalah mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya.

          Barangsiapa yang mau beriman kepada-Nya dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang beriman, maka hendaklah ia beriman. Sebab manfaat dan keuntungan dari keimanan itu akan kembali pada dirinya sendiri.

          Juga demikian halnya bagi siapa yang ingkar atau kafir, maka biarlah ia kafir, walau kaya dan jabatannya tinggi, Allah dan Nabi Muhammad tidak mengalami kerugian sedikipun.

          Ayat  tersebut  juga  menerangkan  tentang   kerugian  dan  kecelakaan akibat penganiayaan diri mereka. Allah  memberikan ancaman yang amat keras kepada mereka, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam api neraka.

          Gejolak neraka akan mengepung mereka sehingga mereka tidak bisa keluar dan menghindar dari api, dan terpaksa menjalani siksaan. Jika mereka minta pertolongan dari ganasnya api neraka, mereka akan diberi minum dengan air seperti  cairan besi atau  minyak yang keruh yang mendidih dan tentu  akan menghanguskan  badan  mereka.  Dan  itulah  seburuk-buruk  minuman  dan tempat istirahat yang buruk.

4. QS al-Ḥujurāt [49]: 10-13

Penjelasan Ayat

          Pada ayat 10, Allah menegaskan bahwa walaupun kaum mukminin itu berbeda bangsa, etnis, bahasa, warna kulit, adat kebiasaan dan stratifikasi sosialnya, namun mereka satu dalam persaudaraan Islam. Sebab persaudaraan merupakan kunci sukses dalam menciptakan dan melestarikan tata  kehidupan masyarakat yang baik, terhormat dan bermartabat. 

          Al-Ittiḥādu Asās an-Najāḥ (Persatuan adalah dasar kesuksesan).

          Sebab turun (asbābun-nuzūl) QS al-Ḥujurāt ayat 11 adalah adanya seorang laki-laki yang mempunyai dua atau tiga nama panggilan. Orang itu sering dipanggil  dengan  panggilan  tertentu  yang  tidak  ia  senangi. 

          Ayat ini turun sebagai larangan menggelari orang lain dengan nama-nama yang tidak menyenangkan.

          Kandungan ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari ayat 10, yaitu Allah swt.  menegaskan  bahwa  umat  Islam  tidak  boleh  saling  mengolok,  karena perilaku tersebut dapat menimbulkan kemarahan orang lain, atau orang merasa dihina  sehingga  akan  menimbulkan  pertengkaran  dan  perkelahian. 

          Orang mukmin tidak boleh saling mengolok, karena boleh jadi orang yang diperolok- olokkan itu lebih baik daripada orang yang mengolok-olok. Baik berupa ejekan, perkataan, sindiran ataupun kelakar yang merendahkan diri orang lain. Oleh karenanya, Allah  melarang sikap mengolok-olok itu agar terbina situasi persaudaraan, kesatuan dan persatuan di kalangan orang beriman

          Sebab turun  QS al-Ḥujurāt ayat  12 ini, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu al-Munżir, berkenaan dengan Salmān al-Fārisi yang bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu, ada orang yang menggunjingkan sikap perbuatannya. Maka turunlah ayat ini, yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain.

          Dalam ayat ke-12 ini, Allah swt. melarang orang-orang yang beriman cepat berprasangka. Sebab sebagian prasangka adalah dosa yang harus dijauhi. Di samping itu, juga melarang untuk mencari-cari kesalahan orang lain, menggunjing atau  ghibah. Oleh karena itu,  Allah swt. memerintahkan  orang beriman untuk bertaqwa.

          QS  al-Ḥujurāt  ayat  13  menegaskan  kepada  manusia  bahwa  manusia diciptakan  Allah swt. dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Allah swt. Maha Kuasa dan Pencipta yang baik. Menciptakan manusia secara beragam, berbangsa, bersuku, dengan keanekaragaman dan kemajemukan manusia bukan untuk berpecah belah, saling merasa paling benar, melainkan untuk saling mengenal, bersilaturrahmi, berkomunikasi, saling memberi dan menerima.

          Sebab turun QS al-Ḥujurāt :13, sebagaimana riwayat dari Ibnu Abı Ḥātim al-Ḥākim adalah ketika Fatu Makkah (penaklukan kota Makkah), Bilāl naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan. Beberapa orang berkata: ‚Apakah pantas budak hitam  ini azan di atas Ka’bah?‛,  dan berkatalah yang lainnya: Sekiranya Allah membenci orang ini, pastilah  Dia akan menggantikannya‛.

          Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi dalam Islam, yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa, bukan ditentukan oleh warna kulit umpamanya.

Hadis nabi Tentang Toleransi Beragama

Penjelasan hadis

          Hadis ini menunjukkan tentang disyariatkannya berakhlak yang baik dan wajibnya menyayangi antar  sesama kaum muslimin.

          Hadis ini menerangkan tentang adab atau sopan santun dalam Islam ketika kita bergaul dengan anak muda atau orang tua, masing-masing memiliki hak yang pantas diberikan baginya. Terhadap yang lebih tua maka hendaklah kita menghormati dan memuliakannya.

          Adapun terhadap yang lebih muda maka hendaklah kita menyayangi  dan  lemah  lembut   kepadanya.  Mereka  perlu  dibimbing  dan dipenuhi kebutuhannya serta tidak menghukumnya apabila tidak sengaja melakukan kesalahan.

          Demikianlah Islam mengajarkan akhlak mulia, saling menghormati dan menyayangi antar  sesama muslim yang membuahkan rasa persaudaraan dan persatuan  di  antara  kaum  muslimin. 

          Hormat  menghormati  harus  dilakukan secara timbal balik (resiprokal). Tidak bisa dengan satu arah saja. Selain itu, agama Islam juga memerintahkan umat Islam untuk menyemai kebaikan dan mencegah kemungkaran.

 

No comments:

Post a Comment